CPNS dan Harapan

Kemulekan pikiran ini ditulis karena sudah terlalu mulek dan sepertinya perlu dibagi, siapa tau kalian juga merasakan kemulekan yang sama.

Beberapa minggu lalu merupakan pekan-pekan tes Calon Pegawai Negeri Sipil lagi gencar dan rame-ramenya dilakukan diseluruh daerah di Indonesia. Peminatnya dari berbagai kalangan dan berbagai bidang keahlian. Saya termasuk didalamnya. Sebagai anak yang semi-semi muda dan ada di tahun-tahun nggak terlalu ngoyo buat jadi PNS tujuanku ya cuma coba-coba berhadiah aja. mungkin hal ini juga di-iya-kan mereka yang seumuran dan hidup di jaman millenial ini. Jaman dimana pekerjaan nggak harus yang dari pergi pagi pulang malam, nggak harus mewajibkan diri keluar rumah, nggak harus patuh perintah atasan.

Hasil dari coba-coba berhadiahku ternyata tidak berhadiah. Ya, aku gagal hehe. Tidak terlalu menyesali karena ya niatnya Cuma coba-coba, ditambah lagi tidak ada usaha didalamnya. Ya usahanya paling daftar, terus nyari wifi yang cucok buat daftar, ngirim-ngirim surat lamaran itu. Usaha yang lebih getol kayak belajar dan ngumpulin soal-soal CPNS sama sekali nggak ada. Bahkan h-1 ujian CPNS sempat lupa kalau besok tes. Tidak patut untuk dicontoh, walaupun aku yakin nggak ada yang nyontoh.


Tapi mungkin hal ini berbeda dengan mereka yang usahanya udah gas pol, menantikan tes CPNS ini dari kapan tau, harapan terbesarnya jadi PNS atau bahkan satu-satunya harapan Cuma PNS. Mereka yang kayak gini mungkin akan kecewa, marah, sedih dan emosi-emosi lain bahkan menyalahkan dirinya sendiri kenapa kok gak pinter banget jadi orang.

Wajar rasanya ketika usaha udah maksimal, harapan sudah digantungkan tinggi tapi gagal.

Tapi ini hanya asumsiku saja setelah melihat wajah-wajah mereka yang datang dari pagi, berpakaian rapi hitam putih, tenteng-tenteng bawa map, sumuk sekali waktu itu bahkan ada yang harus sebrang kota atau sebrang pulau buat bisa ikut tes fenomenal ini.

Beberapa hari sebelum waktuku untuk ikut tes ini, aku lewat depan salah satu tempat tes di CPNS di Malang. Ngeliat orang udah kaya semut ngantri bawa-bawa map bikin muka mbrabak otomatis. Yang ada di pikiranku saat itu “Ya Allah apa segini banyaknya orang-orang di Indonesia ini yang sangat menggantungkan nasibnya pada PNS. Tolong kasih yang terbaik.” Tapi pikiranku ke ublek-ublek dari Malang sampai Ngantang yang memakan waktu sekitar 2,5 jam karena diselingi macet. Yang dipikirkan banyak, pasti diantara kalian juga begitu. Bagi yang menganggap sekarang ini kerjaan udah macem-macem juga.

Sampai pada waktunya aku sendiri yang tes CPNS. Hari Jumat jam 10 tes ku di mulai, tapi sejam sebelumnya udah nongkrong disana karena agak nggak paham sistem CPNS dan sebagai newbie wajar aja kalau antusiasnya tinggi.
Pemandangannya nggak kalah bikin mbrabak. Bapak-bapak nge gendong 3 anaknya yang kemungkinan sedang mengantar ibu dari anak-anak itu tes, ibu-ibu yang usianya 50 an kelihatan kepanasan nungguin anak kebanggaanya dengan muka penuh harap, satu keluarga yang sepertinya datang dari jauh karena bawa-bawa bekal, bawa mobil yang penuh sesak satu keluarga juga terlihat menggantungkan harapan besar kepada pejuang CPNS di dalam.

Semakin terkoyak, temanku bilang “Miris ya yut” sambil mbrabak juga. Temanku ini kebetulan anaknya nggak terlalu perasa, tapi siang itu dia ikut mbrabak juga.

Sepertinya hari itu banyak harapan digantungkan, tapi ada beberapa juga yang dipatahkan saat itu juga. Tapi semoga yang terbaik, bisa jadi ada rejeki yang lebih yang sudah disiapkan di depan. Sesuatu yang nggak akan pernah kita sangka datangnya dan spontan berkata “kok bisa?”

“Semoga ini bukan satu-satunya harapan mereka” begitu kata teman saya.

Saya iya kan, sambil dalam hati ngomong ke diri sendiri “ayo lebih bersyukur lagi.”

Mungkin sudah waktunya kita berubah, bukan jadi power ranger tapi jadi lebih welcome sama kerjaan-kerjaan baru yang mungkin didalamnya kita nggak ada tittle khusus, nggak harus memikirkan jawaban ketika ditanya “kerja apa?”. Tidak semua hal yang kita anggap mudah dan enak benar-benar enak. Semuanya ada pertanggung jawaban.
Beberapa kali ditanya, “kerjanya apa kok kayaknya repot banget?”

Mungkin susah juga ya jawabnya, karena pertanyaan seperti ini sangat banyak copas an nya. Apalagi kalau udah ditanya bagian apa, tittle nya apa, gajinya berapa.

Mungkin pemahaman yang seperti ini tidak bisa diterima semua orang, pun orang yang seumuran sama aku. Nggak apa-apa. Karena bertumbuh dan berpikirnya kita tergantung lingkungan kita ngebentuknya gimana. Ada yang ngerasa kalau kerjaan jelas, uang juga jelas hidupnya enak. Tapi ada juga yang ngerasa mending kerjaan nggak jelas, uang nggak jelas tapi sesuai sama diri dan bikin alur kerjaan sendiri. Saya lebih berpikir menjadi orang yang kedua. Karena saya bukan orang yang betah duduk lama apalagi kalau harus pergi pagi pulang sore atau malam dengan siklus yang sama. Entah kenapa capeknya udah ngalah-ngalahin maraton 100km (lebay).

Harapan saya, yang kemarin gagal semoga tidak menyerah pada satu hal. Semoga yang kemarin bukan satu-satunya harapan yang digantungkan dan bukan akhir dari sebuah pemikiran menuju kesuksesan.

Yang kemarin berhasil, selamat. Semoga bisa amanah dalam bertugas.

Kita bisa membahagiakan diri sendiri dengan apa yang sudah kita buat, dan kita bisa membahagiakan negeri ini dengan bidang yang tepat.

Semoga tetap bahagia ya.

Komentar

Postingan Populer