Hidup Sesuai Pattern
Sesuai judulnya, pattern hidup. tulisan kali ini bakal bahas
beberapa pattern hidup manusia pada umumnya.
Hidup manusia seperti sudah tertulis dan tertata pada
undang-undang yang dibuat masyarakat kita sendiri. Jangan jauh-jauh dari
masyarakat, orangtua bahkan keluarga besar kita pun pastinya sudah membuat
pattern hidup yang kalau nggak begitu berarti salah atau kurang pas.
Umur 20 tahun an adalah umur yang pattern nya akan sedikit
sama pada semua orang. Dimana masa-masa sekolah sudah terlewati dan harus
berpindah pada masa-masa yang lebih serius, serius versi orang dewasa yang
kadang bikin puyeng juga. Kita sama-sama tahu, ketika predikat lulus sekolah
sudah didapat ada beberapa versi undang-undang yang harus dilakukan. Versi pertama
adalah mencari pekerjaan yang mapan buat ‘bahagiain orangtua’, versi kedua
adalah menikah dan mencari kehidupan sendiri tanpa ‘menyusahkan orangtua’. Kira-kira
begitulah ya.
Versi bekerja pun ada beberapa bumbu di masyarakat kita yang
harus jelas, “kerjanya apa?”, “bagian apa?”, “penghasilannya berapa?”, “per
bulan bisa nabung berapa?” dan banyak pertanyaan lagi yang harusnya jawabannya
juga jelas. Pekerjaan kita harus sesuai dengan bagan macam-macam profesi punya
anak SD, penghasilan kita juga masih dipertanyakan bisa apa nggak buat nyukupin
hidup, dan masih banyak hal yang ‘wis biasa’ lagi yang akan didapat. Yang paling
miris adalah ketika kita dianggap tidak bekerja hanya karena pekerjaan kita
tidak menuntut buat pakai sepatu, berdasi, tentengin leptop, pakai seragam
dinas dan mengharuskan pergi pagi pulang sore bahkan malam.
Versi kedua adalah dengan menikah dan mencari kehidupan
sendiri tanpa ‘menyusahkan orangtua’. Bumbunya lebih banyak, “sekolah
tingi-tingi kok cepet banget nikahnya?” “nikah sama siapa?” “kerjaan suaminya
apa?” “rumah sendiri apa ngontrak?” dan masih banyak pertanyaan hmm yang pasti
bakalan kita dapat, pada waktunya nanti wkwk.
Dengan pattern hidup yang selalu sama setelah sekolah –
bekerja – menikah – punya anak – nyekolahin anak – punya cucu – terus jadi tua,
mengharuskan kita menilai salah atau kasihan kalau ada beberapa pattern yang
terlewat atau bahkan kebalik.
Nggak semua orang yang sekolah melulu sekolah, ada yang
harus bekerja dulu baru bisa sekolah. Nggak semua orang yang menikah langsung
bisa punya anak. Nggak semua orang yang udah punya anak nggak bisa sekolah.
Ketika melihat hal-hal yang nggak sesuai pattern aku selalu
bilang sama diri sendiri “itu nggak sesuai sama kehidupan” dengan PD nya
berkata seperti itu seakan-akan jalan hidup semua orang sama. Hal ini juga
terjadi waktu aku SMA, dimana waktu itu beberapa temanku memutuskan buat ambil
les tambahan biar nilai UN nya bagus dan lumayan bikin pusing karena waktu itu
kode soal UN nggak ada yang sama sekelas. Dalam hati pengen juga, tapi nggak
ada biaya karena les ini lumayan memakan banyak duit dan jaraknya udah kaya
Bandung Jakarta (alay) kalau nggak salah 30Km kali ya. Saat ngelewatin hal yang
beda sama temen-temenku lainnya secara
otomatis batin ini menganggap kalau hidupku tidak sesuai pattern yang
seharusnya dan nge push diri sendiri buat bisa penuhin pattern yang udah
ditentukan itu. Dengan berbagai macam cara akhirnya aku yang kemenyek ini bisa
juga ikut les kayak temen-temen yang lain walaupun harus nyicil-nyicil wkwk.
Les ini pun nggak berjalan seuai waktu yang diharuskan
karena ternyata capek di jalan atau apa ya aku lupa. Aku keluar dengan cicilan
yang belum lunas waktu itu, tapi sama mbak-mbaknya nggak ditagih juga karena
emang aku keluar duluan. dari situ mikir, sebenernya kita yang harus menyesuaikan pattern atau pattern yang harus menyesuaikan
kita? Terlepas dari ‘kalau pengen sesuatu ya harus berusaha dan jangan
pasrah aja’. Dan ada beberapa pattern hidupku yang nggak jelas juga tapi malas
untuk menulisnya karena mungkin juga tidak berguna haha.
Sampai pada akhirnya di waktu kuliah mikir juga, sebagai
mahasiswa yang harusnya fokus buat belajar dan nggak terlalu mikirin yang lain
tapi keadaan nggak bisa diajak kayak gitu mulai bertarung sama diri sendiri. Ikut
pattern atau pattern yang ikut aku. Akhirnya ego ku kalah dengan keadaan, nyari
duit dan jadi mahasiswa pada umumnya harus dijalani beriringan. Ada macam-macam
versi, ada yang kasihan ada yang bilang mata duitan.
Ketika dihadapkan pada beberapa versi hidup yang sebenarnya
akan sama saja tapi berbeda patternnya jangan terlalu menganggap diri ini nggak
biasa dan menyedihkan. Bisa jadi kita adalah orang-orang yang bisa nge ganti
anggapan kalau pattern itu yang bikin kita sendiri bukan Tuhan. Padahal yang
bikin semuanya berjalan atau nggak berjalan sesuai pattern itu Tuhan biar diri
yang kakean polah ini belajar. Ada saatnya gagal dan nggak sesuai harapan, tapi
ada saatnya hal yang nggak bakal kita harapkan karena nggak mungkin datang
secara tiba-tiba.
Kita terlalu dipusingkan dengan pattern yang udah dikasih
masyarakat, lalu melupakan pattern yang sebenarnya ada dalam diri kita. Jadi lupa
bersyukur dan lupa ikhlas.
Mengotak-atik kehidupan orang lain yang nggak sesuai sama
diri kita juga sama aja ngenyangin ego
.
Tulisan ini tidak berakhir dengan sesuatu yang jelas dan
terkesan nggantung, ada beberapa pesannya. Semoga kita sefrekuensi.
Komentar
Posting Komentar